Entri yang Diunggulkan

Jangan Merapikan Tempat Tidur Sebelum Meninggallkan Kamar Hotel

Apa yang biasanya Anda lakukan sebelum check out dari kamar hotel? Selain memastikan tidak ada barang yang tertinggal, tamu hotel yang baik ...

Jumat, 13 Februari 2015

Alun-alun Kidul, Yogyakarta

Dalam tata arsitektur tradisional Jawa dikenal istilah Catur Gatra Tunggal, artinya empat elemen dalam satu kesatuan. Hal ini bisa disaksikan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tempat berdirinya keraton, masjid, alun-alun, dan pasar. Masing-masing sebagai pusat kekuasaan, ibadah, kegiatan rakyat, dan ekonomi. Yogyakarta mempunyai dua alun-alun, satu ada di depan keraton yang disebut Alun-Alun Utara (alun-alun lor), satu lagi ada di belakang yang disebut Alun-Alun Selatan (alun-alun kidul). Letak keraton Yogyakarta sendiri berada di sebuah garis imajiner yang menghubungkan antara Gunung Merapi, Keraton, dan Pantai Parangtritis.
Halaman belakang kediaman Raja Jogja ini merupakan tempat sarat cerita. Dua folklore paling akrab dengan alun-alun kidul adalah tentang keberadaannya yang dibangun agar belakang keraton nampak seperti bagian depan sehingga tidak membelakangi laut selatan yang dijaga oleh Ratu Kidul yang konon punya hubungan magis dengan Raja Mataram. Cerita kedua adalah mitos melewati ringin kembar dengan mata tertutup. Permainan ini bernama masangin, singkatan dari masuk dua beringin.
Aturan mainnya sangat sederhana, kita hanya perlu menutup mata lalu berjalan lurus sekitar 20 meter dari depan Sasono Hinggil menuju tengah-tengah ringin kurung (dua beringin di tengah alun-alun). Itu saja. Namun tak mudah. Banyak sekali orang yang berusaha berjalan lurus tapi malah berbelok ke berbagai arah, jauh dari tujuan. Dipercaya, hanya orang berhati bersih yang bisa tembus melewatinya. Dalam pengertian yang lebih luas, permainan ini menyampaikan pesan bahwa untuk mencapai apa yang diinginkan, maka kita harus berusaha keras dan tetap menjaga kebersihan hati.
Asal-usul masangin bermula dari ritual topo bisu mubeng beteng (mengitari benteng) di malam 1 Suro yang berakhir dengan melewati ringin kurung. Konon ada rajah di antara kedua beringin tersebut yang berfungsi untuk menolak bala yang berusaha mendatangi Keraton Jogja. Sehingga, hanya orang yang bersih hati dan tak berniat buruk yang bisa lolos. Di luar mitos, permainan ini kini menjadi ikon alun-alun kidul dan mendatangkan rejeki bagi para pedagang di sekitarnya.
Zaman dahulu, Alun-alun Kidul digunakan sebagai tempat untuk latihan ketangkasan prajurit keraton. Para prajurit keraton berlatih ketangkasan berkuda (setonan), lomba memanah sambil bersila (manahan), dan adu harimau (rampok harimau) di Alun-alun Kidul.
Di alun-alun kidul, tak hanya masangin yang bisa kita lakukan. Sekarang alun-alun kidul telah bertransformasi menjadi ruang publik yang riuh pengunjung. Berbagai kalangan dan usia bercampur menjadi satu. Sore hari, anak-anak kecil dengan diantar orang tuanya datang bermain, berlarian atau berteriak-teriak. Sementara di pinggir alun-alun, para pedagang bersiap-siap, menggelar tikar menunggu tamu datang. Beranjak malam, suasana berubah. Muda mudi datang untuk menghabiskan malam. Kita bisa berkeliling alun-alun dengan menyewa sepeda tandem atau odong-odong penuh lampu yang bisa muat hingga 6 orang.
Duduk santai di atas gelaran tikar sambil memesan kudapan, juga bisa menjadi pilihan. Jagung bakar aneka rasa ditemani hangatnya jahe dari wedang ronde bisa menjadi pilihan ciamik atau roti bakar dan wedang bajigur bisa pula ditambahkan dalam daftar pesanan. Dua minuman khas Jogja ini sangat tepat untuk dinikmati. Bila kita datang di hari Sabtu pada minggu kedua setiap bulan, di Sasono Hinggil Dwi Abad digelar pertunjukan wayang kulit yang digelar semalam suntuk. Selain itu pada waktu tertentu menjelang upacara Grebeg, kita dapat melihat kesibukan persiapan para prajurit Keraton yang akan bertugas dalam upacara Grebeg. Di Alun-alun Kidul para prajurit berkumpul melakukan gladi resik sebelum perayaan.
Alun-alun Kidul dapat dengan mudah dijangkau dari manapun karena berlokasi di belakang Keraton Yogyakarta yang notabene jantung kota Yogyakarta. Dari Malioboro atau titik nol km : dapat ditempuh dalam waktu 15 menit menggunakan becak atau andong. Dalam perjalanan kita akan melewati bekas pasar burung Ngasem dan salah satu istana air Tamansari. Jika menggunakan kendaraan umum dapat memilih bus kota jalur 5, kemudian turun di Plengkung Gading – berjalan ke arah utara sekitar 5 menit – Alun-alun Kidul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

OXY Drinking Water