Kraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengkubuwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. sebelum menempati Kraton Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Dipilihnya hutan beringin sebagai tempat berdirinya kraton, dikarenakan tanah tersebut diapit oleh dua sungai sehingga dianggap baik dan terlindung dari kemungkinan banjir dan konon merupakan pusat dari garis imajiner yang menghubungkan Pantai parangtritis dan Gunung Merapi.
Arsitek kepala istana ini adalah Sultan Hamengkubuwana I, pendiri Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Keahliannya dalam bidang arsitektur dihargai oleh ilmuwan berkebangsaan Belanda, Theodoor Gautier Thomas Pigeaud dan Lucien Adam yang menganggapnya sebagai "arsitek". Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton berikut desain dasar landscape kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun 1755-1756. Bangunan lain di tambahkan kemudian oleh para Sultan Yogyakarta berikutnya. Bentuk istana yang tampak sekarang ini sebagian besar merupakan hasil pemugaran dan restorasi yang dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII (bertahta tahun 1921-1939).
Secara fisik, istana para sultan Yogyakarta ini memiliki tujuh kompleks inti, yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan) dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan).
Siti Hinggil Ler
Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti Hinggil secara tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan. Di tempat ini pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univ. Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik berada di sisi utara dan selatan. Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam (Inocarpus edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae).Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal Pacikeran yang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro sampai sekitar tahun 1926. Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang putus. Bangunan Tarub Agung terletak tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk ke bagian dalam istana. Di timur laut dan barat laut Tarub Agung terdapat Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu bertugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya untuk menyampaikan permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.
Bangsal Manguntur Tangkil terletak di tengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil. Bangunan ini adalah tempat Sultan duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan Sultan dan Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula pada 17 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur Tangkil. Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka kerajaan pada saat acara resmi kerajaan.
Bale Bang yang terletak di sebelah timur Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan untuk menyimpan perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakan tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.
Kamandhungan Lor
Di selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding selatan lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol Brojonolo, sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur dan barat sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka pada saat acara resmi kerajaan dan di hari-hari lain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintu Gapura Keben di sisi timur dan barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke jalan Kemitbumen dan Rotowijayan.Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada di tengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunakan untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan Bale Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di tempat ini.
Sri Manganti
Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan kemungkinan tempat ini menjadi balai pengadilan (?). Tempat ini digunakan untuk menempatkan beberapa pusaka yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006 akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelah proses restorasi yang memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri lagi di tempatnya.
Di sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan HB II yang mengapit sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya berdiri Gedhong Parentah Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana. Selain itu di halaman ini terdapat bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang dan bangunan lainnya.
Kedhaton
Di sisi selatan komplek Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto disebelah barat. Di sisi timur terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan, Praja Cihna (lambang kesultanan Yogyakarta. Di bagian atas terdapat songkok, mahkota raja, menggambarkan bentuk monarki. Di bawah songkok sebelah kanan dan kiri terdapat sumping, hiasan telinga yang menggambarkan sikap waspada dan bijaksana. Di sebelah bawahnya terdapat sepasang sayap mengapt tulisan Ha Ba dalam aksara Jawa singkatan Hamengku Buwono).Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton seluruhnya. Halamannya kebanyakan dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; famili Sapotaceae). Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter). Bagian pertama adalah Pelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjutnya adalah Keputren yang merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Kesatriyan, merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.
Di bagian Pelataran Kedhaton, Bangsal Kencono (Golden Pavilion) yang menghadap ke timur merupakan balairung utama istana. Di tempat ini dilaksanakan berbagai upacara untuk keluarga kerajaan di samping untuk upacara kenegaraan. Di keempat sisi bangunan ini terdapat Tratag Bangsal Kencana yang dahulu digunakan untuk latihan menari. Di sebelah barat bangsal Kencana terdapat nDalem Ageng Proboyakso yang menghadap ke selatan. Bangunan yang berdinding kayu ini merupakan pusat dari Istana secara keseluruhan. Di dalamnya disemayamkan Pusaka Kerajaan (Royal Heirlooms), Tahta Sultan, dan Lambang-lambang Kerajaan (Regalia) lainnya.
Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House) sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta. Bangunan yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX. Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi. Sedangkan Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno. Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya.
Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini digunakan untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro. Bangunan lain di bagian ini adalah Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan, Gedhong Danartapura, Gedhong Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain sebagainya. Di tempat ini pula sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX.
Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki tempat khusus untuk beribadat pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah. Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang. Kesatriyan pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, dan Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang dipergunakan sebagai tempat penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulu merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.
Kamagangan
Di sisi selatan kompleks Kedhaton terdapat Regol Kamagangan yang menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kemagangan. Gerbang ini begitu penting karena di dinding penyekat sebelah utara terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Di sisi selatannya pun terdapat dua ekor ular di kanan dan kiri gerbang yang menggambarkan tahun yang sama.Dahulu kompleks Kemagangan digunakan untuk penerimaan calon pegawai (abdi-Dalem Magang), tempat berlatih dan ujian serta apel kesetiaan para abdi-Dalem magang. Bangsal Magangan yang terletak di tengah halaman besar digunakan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton. Bangunan Pawon Ageng (dapur istana) Sekul Langgen berada di sisi timur dan Pawon Ageng Gebulen berada di sisi barat. Kedua nama tersebut mengacu pada jenis masakan nasi Langgi dan nasi Gebuli. Di sudut tenggara dan barat daya terdapat Panti Pareden. Kedua tempat ini digunakan untuk membuat Pareden/Gunungan pada saat menjelang Upacara Garebeg. Di sisi timur dan barat terdapat gapura yang masing-masing merupakan pintu ke jalan Suryoputran dan jalan Magangan.
Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat jembatan gantung yang melintasi kanal Taman sari yang menghubungkan dua danau buatan di barat dan timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang digunakan oleh Sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah gerbang, Regol Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan kompleks Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki ornamen yang sama dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari kompleks cepuri. Di antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat jalan yang disebut dengan Pamengkang.Siti Hinggil Kidul
Arti dari Siti Hinggil yaitu tanah yang tinggi, siti : tanah dan hinggil : tinggi. Siti Hinggil Kidul atau yang sekarang dikenal dengan Sasana Hinggil Dwi Abad terletak di sebelah utara alun-alun Kidul. Luas kompleks Siti Hinggil Kidul kurang lebih 500 meter persegi. Permukaan tanah pada bangunan ini ditinggikan sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya. Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut dengan Pamengkang, tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi sebuah Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200 tahun kota Yogyakarta.Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo. Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk mempergelarkan seni pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit, pameran, dan sebagainya.
Kraton diapit dua alun-alun yaitu alun-alun utara dan alun-alun selatan. asing-masing alun-alun berukuran kurang lebih 100 x 100 meter. Sedangkan secara keseluruhanKraton Yogyakarta berdiri di atas tanah 1,5 km persegi.
Bangunan inti kraton dibentengi dengan bangunan tembok ganda setebal 3,5 meter berbentuk bujur sangkar (1000 x 1000 meter). Untuk memasukinya harus melewati pintu gerbang yang disebut plengkung. Ada lima pintu gerbang yaitu Plengkung Tarunasura atau Plengkung Wijilan di sebelah timur laut kraton, Plengkung Jogosura atau Plengkung Ngasem di sebelah barat daya, Plengkung Joyoboyo atau Plengkung Tamansari di sebelah barat, Plengkung Nirboyo atau plengkung Gading di sebelah selatan, Plengkung Tambakboyo atau Plengkung Gondomanan di sebelah timur.
Dalam benteng, khususnya yang berada di sebelah selatan dilengkapi jalan kecil yang berfungsi untuk mobilsasi prajurit dan persenjataan. Keempat sudut benteng dibuat bastion yang dilengkapi dengan lubang kecil yang berfungsi untuk mengintai musuh. Penjaga benteng diserahkan pada prajurit kraton, diantaranya Prajurit Jogokaryo, Prajurit Matrijero, Prajurit Bugis, dan lain-lain.
Kraton Yogyakarta memiliki dua loket masuk, yang pertama di Tepas Keprajuritan (depan alun-alun utara) dan di Tepas Pariwisata (Regol Keben). Jika masuk dari Tepas Keprajuritan, maka wisatawan hanya bisa memasuki Bangsal Pagelaran dan Siti Hinggil serta melihat koleksi beberapa kereta kraton sedangkan jika masuk dari Tepas Pariwisata, maka Anda bisa memasuki kompleks Sri Manganti dan Kedhaton di mana terdapat Bangsal Kencana yang menjadi balairung utama kerajaan. Jarak antara pintu loket pertama dan kedua tidak jauh, wisatawan cukup menyusuri Jalan Rotowijayan dengan jalan kaki atau naik becak.
Ada banyak hal yang bisa disaksikan di Kraton Yogyakarta, mulai dari aktivitas abdi dalem yang sedang melakukan tugasnya atau melihat koleksi barang-barang kraton. Koleksi yang disimpan dalam kotak kaca yang tersebar di berbagai ruangan tersebut mulai dari keramik dan barang pecah belah, senjata, foto, miniatur dan replika, hingga aneka jenis batik beserta diorama proses pembuatannya. Selain itu, wisatawan juga bisa menikmati pertunjukan seni dengan jadwal berbeda-beda setiap harinya. Pertunjukan tersebut mulai dari wayang orang, macapat, wayang golek, wayang kulit, dan tari-tarian. Untuk menikmati pertunjukan seni, wisatawan tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Jika datang pada hari selasa wage, Anda bisa menyaksikan lomba jemparingan atau panahan gaya Mataraman di Kemandhungan Kidul. Jemparingan ini dilaksanakan dalam rangka tinggalan dalem Sri Sultan HB X. Keunikan dari jemparingan ini adalah setiap peserta wajib mengenakan busana tradisional Jawa dan memanah dengan posisi duduk.
Di kompleks kraton, ada pula Museum Batik yang diresmikan oleh Sri Sultan HB X pada tahun 2005. Koleksi museum ini cukup beragam mulai dari aneka kain batik hingga peralatan membatik dari masa HB VIII hingga HB X. Selain itu di museum ini juga disimpan beberapa koleksi hadiah dari sejumlah pengusaha batik di Jogja maupun daerah lain.
Mengunjungi Kraton Yogyakarta akan memberikan pengalaman yang berharga sekaligus mengesankan.
Berikut jadwal pertunjukan harian di kraton yang bisa Anda ikuti sebelum atau sesudah mengitari Kraton
- Senin - Selasa: Musik gamelan (mulai jam 10.00 WIB)
- Rabu: Wayang golek menak (mulai jam 10.00 WIB)
- Kamis: Pertunjukan tari (mulai jam 10.00 WIB)
- Jumat: Macapat (mulai jam 09.00 WIB)
- Sabtu: Wayang kulit (mulai jam 09.30 WIB)
- Minggu: Wayang orang & pertunjukan tari (mulai jam 09.30 WIB)
apik tenan,..
BalasHapus