Candi Jago berasal dari kata "Jajaghu", yang artinya adalah "keagungan", merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut tempat suci. Didirikan pada masa Kerajaan Singhasari pada abad ke-13, atas perintah raja Kertanagara untuk menghormati ayahandanya, raja Wisnuwardhana, yang mangkat pada tahun 1268 M. Pembangunan berlangsung sejak tahun 1268 M sampai dengan 1280 M. Dan kemudian Adityawarman mendirikan candi tambahan dan menempatkan Arca Manjusri. Meskipun dibangun pada masa pemerintahan kerajaan Singasari, disebutkan dalam kitab Negarakertagama dan Pararaton, selama tahun 1359 M, Candi Jago merupakan salah satu tempat yang sering dikunjungi oleh Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit.
Berlokasi di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, atau sekitar 22 km dari Kota Malang, candi ini cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit. Pada candi inilah Adityawarman kemudian menempatkan Arca Manjusri seperti yang disebut pada Prasasti Manjusri. Sekarang Arca ini tersimpan di Museum Nasional.
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Keseluruhannya memiliki panjang 23,71 m, lebar 14 m, dan tinggi 9,97 m. Bangunan Candi Jago nampak sudah tidak utuh lagi; yang tertinggal pada Candi Jago hanyalah bagian kaki dan sebagian kecil badan candi. Bangunan candi menghadap ke barat, berdiri di atas batur setinggi sekitar 1 m. Badan candi disangga oleh tiga buah teras. Bagian depan teras menjorok dan badan candi terletak di bagian teras ke tiga. Atap dan sebagian badan candi telah terbuka. Secara pasti bentuk atap belum diketahui, namun ada dugaan bahwa bentuk atap Candi Jago menyerupai Meru atau Pagoda.
Pada dinding luar kaki candi dipahatkan relief-relief cerita Kresnayana,
Parthayana, Arjunawiwaha, Kunjarakharna, Anglingdharma, serta cerita
fabel. Untuk mengikuti urutan cerita relief Candi Jago kita berjalan
mengelilingi candi searah putaran jarum jam (pradaksiana). Pada sudut kiri candi (barat laut) terlukis awal cerita binatang seperti
halnya cerita Tantri. Cerita ini terdiri dari beberapa panel. Sedangkan
pada dinding depan candi terdapat fabel, yaitu kura-kura. Pada sudut timur laut terdapat rangkaian cerita Buddha yang meriwayatkan
Yaksa Kunjarakarna. Beberapa hiasan dan relief pada kaki candi berupa cerita Kunjarakarna. Pada teras ketiga terdapat cerita Arjunawiwaha yang meriwayatkan
perkawinan Arjuna dengan Dewi Suprabha sebagai hadiah dari Bhatara Guru
setelah Arjuna mengalahkan raksasa Niwatakawaca. Hiasan pada badan Candi Jago tidak sebanyak pada kakinya. Yang terlihat
pada badan adalah relief adegan Kalayawana, yang ada hubungannya dengan
cerita Kresnayana. Relief ini berkisah tentang peperangan antara raja
Kalayawana dengan Kresna. Sedangkan pada bagian atap candi yang
dikirakan dulu dibuat dari atap kayu/ijuk, sekarang sudah tidak ada
bekasnya.Di tengah pelataran depan, sekitar 6 m dari kaki candi, terdapat batu besar yang di pahat menyerupai bentuk tatakan arca raksasa, dengan diameter sekitar 1 m. Di puncaknya terdapat pahatan bunga padma yang menjulur dari bonggolnya.
Keterkaitan Candi Jago dengan Kerajaan Singhasari terlihat dari pahatan padma (teratai), yang menjulur ke atas dari bonggolnya, yang menghiasi tatakan arca-arcanya. Motif teratai semacam itu sangat populer pada masa Kerajaan Singhasari.
Di sisi barat halaman candi terdapat arca Amoghapasa berlengan delapan di latar belakangi singgasana berbentuk kepala raksasa yang saling membelakangi. Kepala arca tersebut telah hilang dan lengan-lengannya telah patah. Sekitar 3 m di selatan arca ini terdapat arca kepala raksasa setinggi sekitar 1 m. Tidak didapat informasi apakah benda-benda yang terdapat di pelataran candi tersebut memang aslinya benar-benar berada di tempatnya masing-masing.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar